
PORPROV Jatim IX Malang Raya: Olahraga dan Manfaat Terbesar bagi Sebanyak Mungkin Orang
ULASAN
N.R. Fadhli
6/18/2025


Ketika stadion dipenuhi sorak-sorai, atlet bersiap di garis start, dan bendera daerah berkibar penuh kebanggaan, PORPROV Jawa Timur IX bukan hanya sedang mempertontonkan kompetisi olahraga. Ia hadir sedang merayakan sebuah ide: bahwa olahraga bisa menjadi alat untuk menghadirkan manfaat bagi banyak orang, bukan sekadar panggung prestasi segelintir atlet. Pada tahun ini (2025) diselenggarakan di jantung Malang Raya, yang meliputi Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Porprov kali ini lebih dari sekadar event olahraga; ia adalah cerminan filosofi utilitarianisme yang hidup dalam praktik.
Utilitarianisme, sebagaimana dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan John Stuart Mill, berpijak pada prinsip bahwa tindakan terbaik adalah yang menghasilkan manfaat terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Sebenarnya Bentham ini Penganut Hedonisme Kuantitatif dimana ia meyakini bahwa kebahagiaan dapat diukur secara kuantitas. Sementara Stuart Mill, meskipun sejalan dengan Bentham dalam prinsip dasar, membedakan antara "kesenangan tinggi" dan "kesenangan rendah". Ia berpendapat bahwa beberapa jenis kesenangan (misalnya, kesenangan intelektual) lebih berharga daripada yang lain (misalnya, kesenangan fisik). Dalam konteks PORPROV, ajang ini bukan hanya soal siapa yang menang dan pulang membawa medali, tetapi bagaimana peristiwa olahraga ini mampu menghadirkan kebaikan yang merata, baik secara sosial, ekonomi, maupun kultural, baik bagi tuan rumah maupun semua yang terlibat.
Dari sudut pandang olahraga itu sendiri, PORPROV memberikan manfaat langsung berupa peningkatan partisipasi dan kualitas atlet. Ribuan bahkan puluhan ribu atlet dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur berlaga di berbagai cabang olahraga, dengan fasilitas dan sarana yang memadai. Tercatat dalam porprov kali ini melibatkan 22.283 orang yang terdiri atas 16.606 atlet, 4.495 official , dan 1.182 official kontingen. Hal ini menciptakan insentif positif bagi pembinaan olahraga di tingkat akar rumput, memacu pembentukan klub-klub lokal, serta meningkatkan perhatian pemerintah daerah terhadap sektor olahraga. Semakin banyak atlet yang terfasilitasi, semakin besar pula peluang lahirnya talenta berbakat yang kelak dapat berprestasi di tingkat nasional dan internasional. Jika dilibatkan, mungkin dengan sekedar himbauan menonton, di wilayah Kota malang terdapat lebih dari 69 ribu siswa sekolah dasar, mereka akan terinspirasi oleh kakak-kakak senior yang berlaga. Di sinilah prinsip utilitarian bekerja: manfaat tersebar luas kepada atlet, pelatih, official, dan komunitas olahraga.
Selanjutnya, manfaat PORPROV tidak berhenti di arena pertandingan. Secara ekonomi, pelaksanaan kegiatan ini menggerakkan sektor jasa dan UMKM. Hotel, restoran, transportasi lokal, dan sentra kerajinan mengalami lonjakan permintaan berkat kehadiran ribuan peserta dan penonton dari luar daerah. Bagi masyarakat lokal, ini bukan sekadar pesta olahraga, tetapi momentum peningkatan pendapatan. Dalam hal ini, PORPROV menyentuh sendi ekonomi kerakyatan, dimana manfaat dirasakan langsung oleh banyak orang dari berbagai lapisan sosial.
Dari aspek sosial dan budaya, PORPROV juga memperkuat identitas kebangsaan dan kebersamaan. Ribuan orang dari latar belakang berbeda berkumpul dalam satu semangat: sportivitas dan kebanggaan daerah. Malang Raya sebagai tuan rumah juga diuntungkan dalam hal citra dan promosi daerah. Infrastruktur olahraga yang “dibangun” atau “diperbaiki” untuk PORPROV akan tetap dapat digunakan pasca-acara, baik untuk pembinaan atlet maupun kegiatan masyarakat umum. Artinya, warisan fisik dan sosial dari PORPROV bersifat jangka panjang, dan kembali selaras dengan prinsip utilitarian: manfaat berkelanjutan bagi sebanyak mungkin orang.
Namun, pendekatan utilitarianisme juga menuntut evaluasi etis yang kritis: apakah manfaat yang diperoleh betul-betul tersebar merata? Misalnya, apakah warga di sekitar venue pertandingan terlibat dan mendapatkan akses ekonomi, atau hanya menjadi penonton pasif? Apakah fasilitas olahraga pasca-porprov akan terbuka bagi publik umum, atau hanya terpusat bagi kalangan elite? Pertanyaan-pertanyaan ini penting agar Porprov tidak menjadi proyek elitis yang dibungkus semangat kebersamaan, tetapi betul-betul menjunjung keadilan distribusi manfaat.
Dalam praktiknya, setidaknya sampai hari ini saat Anda membaca tulisan ini, PORPROV Jatim IX di Malang Raya telah menunjukkan upaya ke arah itu. Banyak venue pertandingan yang dibuka untuk umum, kegiatan ekonomi lokal diberdayakan melalui pasar UMKM di area kompetisi, serta program pendampingan dan edukasi olahraga dilakukan oleh pemerintah daerah bersama universitas, yang kebetulan Malang Raya merupakan salah satu kota dengan jumlah perguruan tinggi terbesar di Jawa Timur. Ini menunjukkan bahwa PORPROV bukan hanya kompetisi, tetapi juga ruang belajar, kolaborasi, dan pembangunan bersama.
Sebagai simpulan, pelaksanaan PORPROV Jatim IX menjadi contoh nyata bagaimana olahraga, jika dilandasi oleh nilai-nilai utilitarianisme, mampu menghadirkan kebaikan kolektif. Ia bukan hanya tentang siapa yang tercepat atau terkuat, tapi siapa yang bisa berbagi manfaat dan kebahagiaan paling luas. Di tengah tantangan dan kompleksitas pembangunan daerah, PORPROV menghadirkan optimisme: bahwa olahraga bisa menjadi jalan menuju kesejahteraan bersama, ketika dijalankan bukan hanya demi medali, tetapi demi kemaslahatan publik.
Salam Olahraga....!!!!!
Gambar: Dokumentasi Active Movement Indonesia
Baca Juga: Bukan Sekadar Alternatif: Voli Pantai dan Masa Depan Olahraga Indonesia dan baca juga lainnya di News & Blog
OUR ADDRESS
Perum Pondok Bestari Indah, Blk. B1 No.49B, Dusun Klandungan, Landungsari, Kec. Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151
CONTACT US
WORKING HOURS
Monday - Friday
9:00 - 18:00
