
Dari “Siapa yang Mau” ke “Siapa yang Layak”: Meneropong Pembinaan Olahraga dalam Ajang Porprov Jawa Timur
N.R. Fadhli
6/25/2025


Event olahraga dua tahunan di Jawa Timur, Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) Jawa Timur yang sedang berlangsung menjadi sorotan penting dalam dunia pembinaan olahraga daerah di Indonesia. Hal ini karena Jawa Timur-lah yang memulai cara dalam menemukan bakan dengan mengadakan multi event bernama PORPROV. Dimulai pada tahun 2007 di Ibu Kota Jawa Timur, Surabaya, Ajang ini tidak hanya menjadi panggung kompetisi, tetapi juga menjadi cermin sejauh mana daerah (Kabupaten/Kota) mampu mengelola sistem pembinaan atletnya. Namun, dalam perhelatan ini muncul fenomena menarik, khususnya pada beberapa cabang olahraga baru seperti pada tahun ini, cabor cricket, yaitu keterbatasan jumlah atlet yang menyebabkan rekrutmen dilakukan secara terbuka tanpa melalui proses seleksi yang ketat. Fenomena “siapa yang mau, dia yang main” menjadi hal yang jamak terjadi. Siapa pun yang bersedia berlatih dan hadir secara konsisten, akan memiliki peluang untuk tampil mewakili daerahnya, terlepas dari hasil seleksi atau proses identifikasi bakat yang semestinya dijalankan dalam sistem pembinaan yang ideal.
Dari perspektif ilmu keolahragaan atau sport science, kondisi ini menunjukkan bahwa tahapan pembinaan belum berjalan secara sistematis. Dalam kerangka pembinaan yang berbasis keilmuan, proses yang semestinya dijalankan adalah identifikasi bakat, pengembangan bakat, dan pematangan performa. Setiap tahap ini memerlukan pendekatan ilmiah, seperti pengukuran kemampuan biomotorik, analisis psikologis, dan evaluasi teknis-taktis. Sayangnya, pada cabang-cabang olahraga baru seperti cricket, karena minimnya peminat dan masih dalam tahap pemasalan, proses-proses ilmiah ini belum dapat diterapkan. Belum terbentuknya kolam bakat atau talent pool di tingkat lokal membuat seleksi tidak bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Atlet yang tampil bukan hasil dari sistem berjenjang, melainkan dari partisipasi sukarela yang bersifat pragmatis.
Meski kondisi ini tampak tidak ideal dalam perspektif Sport Science, pendekatan fenomenologi memberi cara pandang lain yang bisa memperkaya pemahaman dan mungkin membuat kita bijaksana. Dalam pandangan fenomenologi, pengalaman menjadi atlet tidak hanya berkaitan dengan performa atau capaian objektif, tetapi juga menyangkut makna subjektif dari keterlibatan seseorang dalam olahraga. Atlet-atlet yang tampil di PORPROV meski tanpa seleksi ketat, sejatinya sedang membentuk identitas, menjawab panggilan eksistensi, dan berupaya menjadi bagian dari sejarah olahraga di daerahnya. Keikutsertaan mereka mencerminkan semangat awal dalam membangun cabang olahraga baru, di mana gairah dan keterlibatan menjadi modal utama sebelum struktur dan sistem mapan terbentuk.
Namun demikian, jangan terlalu senang, apabila fenomena “siapa yang mau” ini dibiarkan terus berlangsung tanpa diikuti langkah-langkah pembenahan, maka akan muncul risiko terjadinya stagnasi dalam pembinaan prestasi. Ketika atlet direkrut hanya karena ketersediaannya, bukan karena kualitasnya, maka Porprov sebagai ajang kompetisi tidak lagi mencerminkan kualitas pembinaan antar daerah. Yang terjadi justru kompetisi semu antar tim dengan kondisi serupa: minim persiapan, teknik dasar terbatas, dan pelatih yang belum memiliki kapasitas ideal. Maka, hasil pertandingan pun menjadi kurang bermakna sebagai alat ukur keberhasilan pembinaan. Palagi, event PORPROV ini merupakan jalan menuju pemusatan latihan daerah atau menjadi atlet yang mewakili Jawa Timur dalam event PON.
Fenomena ini menunjukkan ketimpangan dalam infrastruktur dan ekosistem olahraga antar cabang. Cabang olahraga yang sudah mapan seperti atletik, sepak bola, atau voli umumnya telah memiliki sistem yang terstruktur dari tingkat sekolah, klub, hingga daerah. Sementara cabang baru seperti cricket masih harus membangun dari nol, sering kali tanpa dukungan pelatih profesional, fasilitas yang layak, atau sistem kompetisi lokal yang berjenjang. Beberapa daerah bahkan hanya menunjuk pelatih dadakan dari eks atlet cabang lain atau relawan yang belajar sambil mengajar. Dalam kondisi seperti ini, keberadaan PORPROV memang membantu memperkenalkan olahraga tersebut ke publik, tetapi tanpa strategi lanjutan yang terstruktur, pembinaan akan berhenti sebagai proyek tahunan tanpa dampak jangka panjang.
Langkah-langkah konkret perlu dilakukan agar kondisi ini tidak menjadi pola permanen. Pemerintah daerah melalui dinas terkait harus mulai melakukan pemetaan potensi cabang olahraga baru, termasuk dengan mengintegrasikan program identifikasi bakat di sekolah-sekolah. Pelatih lokal perlu mendapatkan pelatihan dan sertifikasi secara berkala (ini sudah dilakukan) agar latihan yang diberikan tidak hanya mengandalkan pengalaman, tetapi juga berdasarkan prinsip-prinsip kepelatihan yang ilmiah. Pembentukan klub-klub lokal yang khusus membina cabang olahraga baru juga harus didorong, karena dari sanalah akan muncul regenerasi atlet dan pelatih. Selain itu, kompetisi berjenjang yang dimulai dari level antar sekolah atau kecamatan perlu dihidupkan agar PORPROV tidak menjadi satu-satunya ruang tampil bagi atlet.
PORPROV tetap menjadi momentum penting bagi pertumbuhan olahraga daerah. Namun dalam cabang-cabang baru seperti cricket, PORPROV seharusnya bukan hanya tentang pertandingan, tetapi juga tentang membangun ekosistem. Meski partisipasi terbuka adalah keniscayaan di awal proses, namun langkah menuju sistem yang lebih selektif dan berkualitas harus segera dimulai. Pendekatan sport science memberi kita arah dan standar kerja, sementara pendekatan fenomenologi mengingatkan bahwa setiap proses memiliki nilai dan makna yang patut dihargai. Kedua pendekatan ini perlu dijalankan secara bersamaan agar pembinaan olahraga tidak terjebak dalam formalitas kompetisi semata, melainkan benar-benar menjadi jalan pembentukan manusia unggul dalam tubuh, pikiran, dan semangat. Jika tidak, maka PORPROV akan terus menjadi panggung bagi yang “mau”, bukan yang “layak”. Sebuah ironi yang tak seharusnya berulang
Sumber: Active Movement Indonesia
Dari “Siapa yang Mau” ke “Siapa yang Layak”:
Meneropong Pembinaan Olahraga dalam Ajang
PORPROV Jawa Timur
Baca Juga: "WASATHIYAH: KESEIMBANGAN YANG MULAI GOYAH DARI DUNIA OLAHRAGA KITA" dan baca juga lainnya di News & Blog
OUR ADDRESS
Perum Pondok Bestari Indah, Blk. B1 No.49B, Dusun Klandungan, Landungsari, Kec. Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151
CONTACT US
WORKING HOURS
Monday - Friday
9:00 - 18:00
