
Sepak Bola, Camus, dan Kenapa Saya Masih Mendukung MU
ESAI NARATIF
N.R. Fadhli
5/20/20254 min read


Setiap Jumat sore, saya mengenakan sepatu bola yang warnanya putihnya lebih lusuh dibandingkan dengan kondisi pembinaan olahraga
Sumber: Ilustrasi Active Movement Indonesia


olahraga Indonesia. Bersama rekan-rekan guru olahraga, kami bermain "fun football" berjuluk atau sengaja dikasih nama "Oemar Bakri". Fun football menurut saya merupakan istilah yang agak ironis, mengingat "sebagian dari kami" pulang dengan lutut nyeri dan ego yang remuk karena gagal cetak gol atau kalah lawan komunitas yang lebih uzur. Tapi di sanalah, di tengah keringat, umpatan kecil, gojlokan pemain cadangan dan bola yang entah kenapa selalu lebih akrab dengan mistar daripada jaring, saya merasa paling dekat dengan Albert Camus, tentunya pandangan dan filosofinya.
Camus pernah berkata dalam wawancara saat dirinya menerima Hadiah Nobel Sastra 1957 yang diberikan saat menonton pertandingan bola, “Everything I know about morality and the obligations of men, I owe it to football.” Sebuah pernyataan yang..... jujur saja, pertama kali saya dengar terasa cukup lebay. Tapi makin ke sini, makin masuk akal, laki-laki tidak bercerita, tiba-tiba main bola. Mungkin begitu kalau kata anak sekarang.
Camus bukan hanya seorang filsuf, ia adalah mantan kiper kadang juga menjadi penyerang (Saya baru tau setelah melihat reels di IG terkait profil dia). Khusus posisi favorit dia, kiper, posisi yang secara filosofis sangat menarik, penjaga terakhir, saksi sunyi yang berdiri di antara kehormatan dan kehancuran. Penyelamatan= disanjung, Kebobolan= dihujat. Saya membayangkan Camus muda, berdiri di bawah mistar dengan mata penuh renungan, mencoba menangkap bola sekaligus memahami absurditas hidup. Mungkin, saat bola mengarah padanya, ia berpikir: “Apakah ini takdir? Ataukah ini ujian moral?” ini mungkin akan mirip batin kiper Oemar Bakri saat terkena serangan balik dan seluruh teman-teman sebayanya sudah terengah enggan berlari mengejar dan pasrah untuk melihat terjadinya gol, tetapi bersorak.
Kebetulan saya adalah dosen olahraga. Tugas saya, setidaknya di atas kertas, adalah mengajarkan tentang teori gerak, strategi, dan nilai-nilai sportifitas. Tapi di balik RPS/SAP yang formal dan rubrik penilaian yang rapi (walupun kadang dibantu ChatGPT) saya merasa sedang bertarung dengan hal yang lebih mendasar: absurditas. Camus bilang, absurditas itu ketika manusia mencari makna dalam dunia yang tak menyediakan makna. Persis seperti saya yang mencoba mencari “makna kekalahan” tiap kali Manchester United bertanding. Atau saat saya, yang sudah membaca ratusan teori kepelatihan, tetap gagal menendang bola dan malah terjatuh di depan gawang kosong pada sesi fun football.
Saya ingat satu sore, bola memantul sempurna ke arah saya, hasil umpan silang guru PJOK SD yang dulu mahasiswa saya dan saat kuliah sebenarnya kurang cemerlang isi otaknya, peluang emas. Semua berhenti sejenak. Saya ayunkan kaki, dan... Boommmmmmm.... bola malah melambung ke atas gawang seperti sedang mencoba kabur dari kenyataan. Teman-teman saya tertawa, sambil teriak "Lagi-lagi gagal menunjukkan eksistensinya!" dan kami semua tertawa terbahak, meski saya yakin ada teman yang sangat jengkel dengan skill finishing saya. Dalam hati saya menyadari: inilah absurditas itu.
Bicara terkait Camus, ia tak berhenti di absurditas. Ia bicara tentang pemberontakan, kebebasan, dan pilihan moral. Ia menolak nihilisme. Dalam olahraga, terutama sepak bola, saya menemukan ruang untuk itu. Saat kami tetap datang bermain meski tahu lawannya adalah para kumpulan anak muda pemain liga 3 atau liga 4, dan akan kalah, atau saat kami tetap mendukung MU walau lebih sering membuat emosi naik ketimbang naiknya peringkat pada klasemen di Premier League, di situlah kami memilih untuk bertahan, untuk terus bermain meski semesta tampak tidak adil.
Dalam kelas, atau pada saat sesi bimbingan skripsi, saya mencoba menyisipkan nilai-nilai ini. Saya bilang ke mahasiswa, “Olahraga bukan cuma menang-kalah. Statistik bukan masalah valid atau tidak valid. Ia adalah tempat kita belajar memilih. Apakah kamu akan curang saat wasit tidak lihat? Apakah kamu akan merubah data demi validitas? Apakah kamu akan menyalahkan teman atau mengevaluasi diri?” Kadang mereka mengangguk, kadang melirik hp karena notif tagihan shopee pay. Tapi saya tahu, seperti Camus bilang dalam tulisan dalam buku Mitos Sisifus, “he struggles himself towards the heights is enough to fill a man's heart. One must imagine Sissyphus happy”. Hidup manusia sering kali tampak absurd dan tanpa makna yang jelas. Meski begitu, kita tetap bisa merasakan makna dan kebahagiaan melalui aktivitas sehari-hari yang kita jalani. Seperti tokoh Sissyphus yang terus-menerus mendorong batu ke atas bukit, meskipun tampaknya sia-sia, ia tetap bisa menemukan kepuasan dalam perjuangan itu sendiri.
Camus mengajarkan bahwa hidup tak harus punya makna besar untuk dijalani dengan penuh. Bahwa di tengah kekalahan, kebingungan, dan cidera otot yang datang tanpa aba-aba, kita tetap bisa memilih untuk bermain, untuk mencoba lagi, untuk tertawa disaat gagal kontrol bola atau gagal shooting ke gawang lawan atau bahkan menertawakan teman yang selalu membuat kesalahan. Dalam bukunya The Football Man (1968), Arthur Hopcraft menyatakan bahwa sepak bola mengandung unsur konflik dan keindahan. Ketika kedua elemen ini muncul bersamaan dalam suatu pertunjukan yang disaksikan publik, hal itu mencerminkan banyak aspek yang ia maknai sebagai seni. Seni sendiri adalah cara paling purba yang digunakan Homo sapiens untuk mencari makna dan pengalaman transcendental dari kekosongan.
Jadi, kalau hidup terasa absurd, ingatlah: kita masih bisa memilih untuk bermain, tertawa, terus mencoba, dan tetap mendukung MU. Seperti Camus dan sepak bola, kadang makna hidup bukan soal menang, tapi soal tetap main meski sering kalah. Dan itu cukup, cukup lucu untuk dikenang.
Sumber: Dokumentasi Oemar Bakri
OUR ADDRESS
Perum Pondok Bestari Indah, Blk. B1 No.49B, Dusun Klandungan, Landungsari, Kec. Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151
CONTACT US
WORKING HOURS
Monday - Friday
9:00 - 18:00
