A group of people in a body of water

Prestasi Bukan Kebetulan: Dragon Boat dan Kekuatan Pemetaan Olahraga Nasional

OPINI

N.R. Fadhli

8/12/20252 min read

Indonesia baru saja mencatat sejarah manis di–  ajang World Games Chengdu 2025 dengan raihan emas di sejumlah nomor dragon boat, seperti open 8-seater 2000 m, open 8-seater 200/500 m, dan 10-seater 500 m. Momen ini terasa spesial karena dragon boat untuk pertama kalinya menjadi bagian resmi kompetisi, dan prestasi tersebut diliput luas oleh ICF–Planet Canoe, The World Games, serta berbagai media nasional. Secara sport science, dragon boat adalah cabang yang memadukan kemampuan fisiologis kompleks. Untuk jarak 2000 m dibutuhkan kapasitas aerob yang tinggi, sedangkan sprint 200–500 m menuntut kapasitas anaerob maksimal dan toleransi asam laktat yang baik. Semua jarak membutuhkan kekuatan dan daya otot anggota tubuh bagian atas, core yang kuat, serta power endurance untuk mempertahankan output tinggi berulang kali. Tak kalah penting, teknik mendayung dan sinkronisasi tim menjadi kunci, sehingga latihan neuromuscular dan drill koordinasi adalah menu wajib (ICF–Planet Canoe). Dari sisi budaya, Indonesia memiliki modal unik: sebagai negara kepulauan dengan tradisi maritim dan komunitas dayung yang hidup, kita punya basis lokasi latihan seperti danau, waduk, dan perairan terlindung yang mudah diakses. Faktor ini mempersingkat proses pembinaan atlet yang sudah terbiasa dengan lingkungan air. Hasil-hasil di ajang internasional sebelumnya, seperti World Cups dan World Championships 2024, membuktikan adanya pipeline tim yang sudah berjalan efektif (ICF–Planet Canoe; english.news.cn).

Prestasi ini selaras dengan semangat Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) yang menekankan pemetaan cabang olahraga unggulan berdasarkan potensi fisik, budaya, dan peluang medali di ajang internasional. Dragon boat menjadi contoh konkret bagaimana pemetaan yang tepat, dipadukan dengan pembinaan berbasis sport science, dapat mempercepat lahirnya prestasi. Bila mengacu pada kerangka DBON, selain dragon boat, ada tiga cabor lain yang jelas masuk kategori prioritas: angkat besi, bulutangkis, dan panjat tebing. Angkat besi terbukti mampu menghasilkan juara dunia dan Olimpiade seperti Eko Yuli Irawan, cocok dengan profil antropometri mayoritas atlet Indonesia. Bulutangkis adalah tradisi emas yang ditopang infrastruktur klub dan budaya partisipasi luas (olympics.com). Panjat tebing, khususnya speed climbing, melesat cepat berkat atlet seperti Veddriq Leonardo yang menjuarai event dunia (Reuters).

Bagi pemerintah, pendekatan DBON dapat dioperasionalkan dengan menetapkan portofolio medali, yakni fokus pada cabor dengan rekam jejak prestasi dan return on investment cepat (ICF – Planet Canoe; Wikipedia). Program talent identification harus diperkuat di daerah pesisir untuk dragon boat, serta pusat-pusat latihan untuk angkat besi, bulutangkis, dan panjat tebing. Sport science menjadi tulang punggung pembinaan: mulai dari strength & conditioning, tes fisiologis (VO₂max, lactate profiling), analisis biomekanika, gizi, hingga pemulihan (ICF–Planet Canoe). Infrastruktur pun harus tepat sasaran, seperti danau aman untuk lomba dragon boat, dinding speed climbing berstandar internasional, dan pusat angkat besi lengkap dengan pelatih kelas dunia. Skema pendanaan berbasis hasil, kompetisi domestik berkala, serta riset bersama antara federasi, universitas, dan lembaga olahraga akan memastikan kebijakan DBON berbasis data (sportpedagogy.org.ua; ResearchGate).

Keberhasilan di Chengdu 2025 bukan sekadar soal medali, tetapi menjadi bukti nyata bahwa strategi DBON yang memadukan pemetaan cabang sesuai karakter fisiologis dan budaya dapat membawa hasil besar. Jika strategi ini dijalankan konsisten, Indonesia tidak hanya mempertahankan prestasi, tetapi juga memperluas dominasi di panggung olahraga dunia.