Di Antara Halaman Buku dan Lapangan Bermain, Tumbuh Anak-anak yang Tangguh, Bijak, dan Berani Bermimpi

ESAI NARATIF

N.R. Fadhli

5/17/20253 min read

Setiap 17 Mei, Indonesia memperingati Hari Buku Nasional. Moment yang enggak begitu populer bagi kalangan masyarakat Indonesia, yang sebenarnya ini merupakan sebuah pengingat bahwa buku adalah jendela menuju dunia, tempat anak-anak mengenal nilai, ilmu, dan harapan. Namun, hingga hari ini, minat baca di Indonesia masih mengkhawatirkan. Berdasarkan data UNESCO komdigi.go.id, minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%—artinya, dari 1.000 orang, hanya 1 yang punya minat baca tinggi. Di sisi lain, ada hal lebih memperihatinkan, obesitas anak di Indonesia meningkat tajam, terutama di kota besar, seiring dengan menurunnya aktivitas fisik dan menjamurnya konsumsi makanan instan.

Padahal, menurut saya, anak-anak seharusnya bertumbuh di dua ruang penting: halaman buku dan lapangan bermain. Di sanalah karakter mereka terbentuk: berpikir kritis, berempati, sehat secara fisik, dan siap menghadapi tantangan. Buku mengajarkan pengetahuan dan nilai, sedangkan olahraga melatih ketahanan, kerja sama, dan semangat juang. Kombinasi ini membentuk anak-anak yang tangguh, bijak, dan serta yang tidak kalah penting berani bermimpi.

Faktanya, banyak atlet kelas dunia bukan hanya unggul di arena pertandingan, tetapi juga di bidang akademik. Mereka mampu menyeimbangkan antara prestasi olahraga dan pendidikan tinggi. Seperti dilaporkan oleh bola.net, Juan Mata—mantan bintang Chelsea dan Manchester United—berhasil menyelesaikan gelar sarjana dalam Ilmu Aktivitas Fisik dan Olahraga di Universidad Politécnica de Madrid. Tak hanya itu, ia juga meraih gelar sarjana dalam bidang Pemasaran dari Universidad Camilo José Cela di Madrid. Lebih lanjut, Mata menyelesaikan program magister di LaLiga Business School dalam bidang Manajemen Olahraga dan Hiburan, serta mengikuti program eksekutif Business of Entertainment, Media and Sports di Harvard Business School.

Contoh lain datang dari berbagai cabang olahraga dunia. Shaquille O’Neal, legenda NBA, menamatkan pendidikan S1 di Louisiana State University (LSU), kemudian meraih gelar S2 di University of Phoenix, dan bahkan menyelesaikan gelar Doktor Pendidikan (Ed.D) di Barry University. Marion Bartoli, petenis asal Prancis yang juga merupakan juara Wimbledon 2013, dikenal memiliki kecerdasan akademik tinggi dan menyelesaikan gelar di bidang teknik. Dari dalam negeri, Sofie Imam Faisal, M.Or., (note: saya cantumkan bukan gegara teman satu kelas saat kuliah, tapi lebih pada apresiasi semangat belajarnya), walaupun dulu hanya sebatas atlet kampus yang berjuang demi UKM UASB UM, tapi saat ini menjadi salah satu pribumi yang dipercaya coach Patric Kluivert untuk membatu latihan fisik pemain timnas. Dia baru saja menyelesaikan studi magister olahraga di UNS Surakarta.

Menariknya, dalam ajang Olimpiade Tokyo 2020, lebih dari 60% atlet tercatat sebagai mahasiswa aktif. Mereka tidak hanya bersaing memperebutkan medali, tetapi juga menyelesaikan tugas kuliah, menunjukkan bahwa dunia olahraga profesional dan dunia akademik bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Fenomena ini menunjukkan bahwa integrasi antara pendidikan dan olahraga bukan hanya mungkin dilakukan, tetapi juga menjadi tren positif di kalangan atlet dunia.

Kenapa ini penting? Karena studi ilmiah yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal bereputasi menunjukkan bahwa kemampuan kognitif berhubungan erat dengan performa olahraga. Dalam olahraga tim seperti sepakbola dan basket, kemampuan membuat keputusan cepat dan akurat menjadi kunci kemenangan. Otak yang terlatih lewat pendidikan mendukung tubuh dalam membuat aksi terbaik di lapangan. Fase gerak saja diawali dari fase kognitif, dilanjutkan fase asosiasi dan terakhir baru otonom.

Sekolah dan kuliah bukan hambatan bagi prestasi olahraga, justru penopangnya. Pendidikan memperkuat kemampuan berpikir, mengelola emosi, dan membuat perencanaan jangka panjang. Ini semua penting bagi seorang atlet profesional yang harus menghadapi tekanan, cedera, dan kompetisi global. Kampus-kampus besar di belahan dunia maupun di Indonesia sangat mendukung atlet yang akan belajar serius. Walaupun perlu dibuktikan lebih dalam tingkat seriusnya seperti apa. Tetapi ini angin segar buat para atlet yang menginginkan tambahan nutrisi otak-nya.

Karenanya, pendidikan dan olahraga seharusnya tidak dipisahkan. Mari kita ciptakan ekosistem di mana anak tidak harus memilih antara menjadi pintar atau menjadi atlet, tapi bisa menjadi keduanya. Perpustakaan dan lapangan bermain harus hadir berdampingan. Buku dan bola harus sama-sama diberikan ruang baik di lingkungan rumah maupun lingkungan sekolah.

Di Hari Buku Nasional ini, mari kita dorong lahirnya generasi baru yang mencintai ilmu dan aktif bergerak. Karena di antara halaman buku dan lapangan bermain, akan tumbuh anak-anak Indonesia yang kuat, cerdas, dan berani meraih mimpi setinggi langit.

Sumber: Active Movement Indonesia