
Bugar di Gym, Tumbang di Lapangan — Lalu Berdamai dengan Nasi Goreng
ESAI NARATIF
N.R. Fadhli
11/3/20253 min read


Sore itu, di sebuah klub olahraga eksklusif di tengah kota, dentingan gelas smoothie protein dan aroma kopi latte masih terasa di bibirnya ketika ia melangkah ke lapangan bulu tangkis. Seorang perempuan paruh baya, yang jelas dia adalah masuk kategori sosialita, dengan legging bermerek dan smartwatch canggih di pergelangan tangan, melangkah penuh percaya diri. Ia dikenal sebagai figur yang selalu mengedepankan gaya hidup sehat, rutin yoga setiap pagi, pilates dua kali seminggu, dan personal trainer yang mendampinginya di gym ternama. “Saya olahraga hampir tiap hari, masa iya, hanya bulu tangkis nggak kuat?” katanya dengan nada yakin, disambut tawa teman-temannya. Hari itu, ia datang bukan untuk bersantai, melainkan untuk membuktikan bahwa latihan kebugaran yang ia jalani selama ini membuatnya “siap di segala medan.”
Set pertama berjalan lancar. Ia tampak menikmati permainan, tertawa sambil mengejar kok ke sana kemari. Namun, memasuki set kedua, situasinya mulai berubah. Napasnya terdengar berat, keringat menetes deras, dan langkahnya melambat. Gerakan yang tadinya lincah menjadi kaku. Rekannya mulai khawatir ketika wajahnya memucat dan matanya mulai berkunang. “Istirahat dulu,” kata salah seorang teman. Ia duduk di tepi lapangan, menunduk sambil memegangi dada, hampir kehilangan keseimbangan. Dalam hitungan menit, perempuan yang biasa tampil bugar di studio pilates itu kini terengah, hampir pingsan. Beberapa saat kemudian, setelah tenaganya agak pulih, ia tersenyum malu. “Baru dua set, kok rasanya kayak naik gunung, padahal naik gunungnya masih rencana bulan depan” ujarnya, mencoba bercanda menutupi rasa lelah. Akhirnya terseok ke pinggir lapangan dan menyerah. Dan ironisnya, tak lama kemudian ia pergi memesan sepiring nasi goreng dari kantin klub, padahal selama ini begitu disiplin menjaga pola makan rendah karbohidrat dan tinggi protein.
Kisah ini bukan sekadar anekdot lucu, melainkan ilustrasi nyata tentang bagaimana prinsip spesifisitas dan adaptasi fisiologis bekerja dalam olahraga. Banyak orang menganggap bahwa kebugaran bersifat universal: jika tubuh kuat di satu jenis latihan, maka otomatis akan kuat di semua. Padahal, dalam teori latihan, hal ini tidak sepenuhnya benar. Menurut Bompa dan Buzzichelli (2019) dalam Periodization: Theory and Methodology of Training, adaptasi tubuh terhadap latihan bersifat spesifik terhadap kelompok otot, sistem energi, intensitas, dan pola gerak yang digunakan.
Yoga dan pilates, misalnya, melatih fleksibilitas, stabilitas inti, serta kesadaran tubuh dengan pola gerak perlahan dan ritmis. Aktivitas ini menstimulasi sistem energi aerobik dengan beban metabolik yang relatif rendah. Sementara itu, bulu tangkis adalah olahraga berintensitas tinggi yang mengandalkan sistem energi anaerob-alaktik dan anaerob-laktik, karena memerlukan kecepatan, refleks, dan daya ledak otot yang bekerja secara cepat dan berulang. Ketika seseorang yang terbiasa dengan latihan statis mencoba aktivitas eksplosif seperti bulu tangkis, tubuhnya mengalami shock adaptation, dimana sistem energi dan otot belum terlatih menghadapi beban tersebut, sehingga cepat kelelahan.
Konsep ini juga dijelaskan dalam teori Specific Adaptation to Imposed Demands (SAID) oleh Hoffman (2014), yang menegaskan bahwa tubuh manusia beradaptasi secara spesifik terhadap jenis stres latihan yang diterimanya. Artinya, latihan yang dominan menggunakan kontraksi statis tidak akan meningkatkan kemampuan dinamis seperti sprint, lompatan, atau reaksi cepat yang dibutuhkan dalam permainan raket. Demikian pula, teori transfer of training (Verkhoshansky & Siff, 2009) menegaskan bahwa efek positif antarjenis latihan hanya terjadi bila dua aktivitas memiliki kesamaan fisiologis, neuromuskular, dan biomekanik yang tinggi.
Dalam konteks ini, pilates dan bulu tangkis memiliki kesamaan yang sangat kecil. Karena itu, meskipun seseorang sangat fit di satu bentuk latihan, hal itu tidak otomatis dapat ditransfer ke bentuk aktivitas lain. Kelelahan, penurunan performa, bahkan risiko cedera bisa terjadi jika adaptasi tubuh belum terbentuk.
Kisah sosialita yang hampir pingsan di lapangan bulu tangkis ini memberi pelajaran penting: fit bukan berarti siap. Kebugaran umum hanyalah fondasi; performa dalam olahraga tertentu membutuhkan adaptasi spesifik. Dalam ilmu latihan, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh semangat atau disiplin, melainkan oleh kemampuan tubuh beradaptasi dengan tuntutan unik setiap cabang olahraga. Dan pada akhirnya, sebagaimana dalam kehidupan, kepercayaan diri saja tidak cukup, yang menentukan adalah seberapa tepat tubuh (dan diri) kita beradaptasi terhadap tantangan yang sesungguhnya.
Ilustrasi: Active Movement Indonesia
OUR ADDRESS
Perum Pondok Bestari Indah, Blk. B1 No.49B, Dusun Klandungan, Landungsari, Kec. Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur 65151
CONTACT US
WORKING HOURS
Monday - Friday 
9:00 - 18:00
